Monday, September 27, 2010

Menghilangkan Kejahatan Hawa Nafsu

Sebagai ujian yang meliputi kehidupan -kecuali sebaliknya yang merupakan kehendak Allah-hawa nafsu diciptakan dengan terus-menerus mengajak manusia untuk berbuat kejahatan. Salah satu di antara amalan buruk tersebut adalah beramal dengan niat tidak ikhlas. Untuk mematikan keikhlasan, hawa nafsu cenderung mengarahkan dirinya sendiri melalui cara yang akan menumbuhkan segala macam fikiran buruk. Seperti dinyatakan dalam kutipan ayat di bawah ini, sisi buruk jiwa adalah terdiri atas "dosa yang tak terputus dan kejahatan".

"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya." (asy-Syams [91]: 7-8)

Selain itu, Allah juga mengilhami manusia cara-cara menjauhkan diri dari kejahatan yang tiada hentinya ini serta cara untuk membersihkan serta menyucikan jiwanya.

Ayat berikutnya menerangkan bahawa orang-orang yang mengotori jiwanya akan merugi dan orang-orang yang menyucikan jiwanya akan termasuk di antara orang-orang yang beruntung, sebagaimana firman Allah,

"Sesungguhnya, beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (asy-Syams [91]: 9-10)

Tentu saja, seseorang yang ingin memperoleh keikhlasan dan menjadi di antara hamba-hamba Allah yang taat, harus membuat semacam pilihan. Allah meminta perhatian atas usaha-usaha suci yang dilakukan oleh orang-orang beriman sebagaimana firman-Nya,

"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keredhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya." (al-Baqarah [2]: 207)

Namun demikian, yang penting adalah setiap insan harus membimbing dirinya sendiri dengan kejujuran dan keikhlasan, dan seharusnya tidak mengasihani atau tidak menumpang sisi jahat dari jiwanya. Jadi, pada hakikatnya, ia harus melatih dirinya sendiri untuk menyucikan jiwanya dari keburukan dan menyatakan ketundukannya. Maka dari itu, ia tidak akan pernah merasa bingung dan membawa sisi buruk jiwanya. Ia harus tahu bahwa sisi jahat jiwanya tidak pernah benar, bertentangan dengan Al- Qur`an, dan berlaku seperti seruan iblis. Setiap orang hendaknya mengevaluasi dan menilai segala sesuatu yang diterima dengan pemahaman seperti ini.

Sama halnya seperti orang yang merasa tidak kasihan terhadap hawa nafsu orang lain atau merasa diwajibkan untuk mempertahankan atau membuktikan bahwa hawa nafsu tersebut berada dalam keadaan yang benar, ia pun akan bertindak demikian dalam menghormati dirinya sendiri. Ia akan memperlakukan sisi jahat jiwanya seperti sesuatu yang asing dan menentangnya. Ia akan mengingatkan jiwanya ketika nafsu tersebut tumbuh menjadi jahat. Ia harus mendengarkan suara dari dalam batinnya, tanpa harus patuh kepada rayuan syaitan. Hanya dengan cara inilah, ia mampu mendeteksi segala cara yang digunakan hawa nafsunya untuk menipu dirinya sendiri. Ia menilainya berdasarkan kenyataan dan menarik dalil berdasarkan Al-Qur`an. Hanya dengan begitu, ia mampu memperoleh keikhlasan dan menggapai redha Allah. Allah menerangkan kepada kita tentang kebenaran ini dalam ayat,

"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya." (an-Naazi'aat [79]: 40-41)

Hayatilah....:-)

No comments: